Panton Bahasa Daerah Aceh, Kalau Bahasa Indonesianya Adalah Pantun, Beda Tipis!
Seumapa Linto Baro, Pantun Aceh
Pantun seumapa sangatlah panjang. Karena itu, tidak mungkin dihadirkan contoh yang representatif. Berikut ini hanya dihadirkan dua bait; satu dari pihak lintô baro (mempelai laki-laki) dan satu bait dari pihak dara barô (pengantin wanita). Pantun dikutip dari Royani(1994).
Pihak lintô barô….
Ngön jalô puntông peungayôh patah
Lôn ilah-ilah keunoe lon teuka
Peuturôt haté sabé lam gundah
Seubab that susah judô lôn mita
(Dengan sampan bunting pengayuh patah
Aku berusaha datang kemari
Menurutkan hati yang selalu gundah
Karena sungguh susah jodoh kucari)
….Jawaban pihak dara barô
Ranub kuneng ôn di Gampông Lamrèh
Kareueng meucungkeh pasi Krueng Raya
Padum tréb lawét kamoe muprèh-prèh
Uroe nyoe jadèh syèdara teuka
(Sirih kuning di Kampung Lamreh
Karang menyembul di teluk Krueng Raya
Sudah sekian lama kami menunggu
Hari ini jadi Saudara tiba)
Pengertian Pantun seumapa
Pantun seumapa adalah pantun yang isinya berhubungan dengan masalah perkawinan. Dengan kata lain, pantun ini adalah pantun yang disampaikan oleh pihak lintô barô dan pihakdara barô pada prosesi perkawinan. Pantun ini masih menjadi tradisi orang Aceh, meskipundengan aturan yang tidak seketat dulu. Royani (1994) mencatat tahapan pantun sebagai berikut. Pantun dimulai oleh pemantun dari sebelah lintô barô sebagai tamu, yaitu menyapapihak dara barô sebagai tuan rumah bahwa rombongan lintô barô sudah tiba. Selanjutnya,dijawab oleh pihak dara barô. Begitulah seterusnya sampai pihak lintô barô diperkenankanmasuk ke dalam arena pesta perkawinan atau ke rumah untuk selanjutnya menyantaphidangan.Proses berpantun selanjutnya adalah penyerahan lintô barô kepada pihak dara barô.
Kemudian dilanjutkan dengan pemberian tertentu (peunulang) dari mertua kedua belah pihak,serta wasiat atau nasihat orang tua kepada kedua mempelai. Khusus untuk adat Pidie,mempelai laki-laki tetap berdiam di rumah atau dalam lingkaran keluarga istri. Karena itu, tidak ada ungkapan dalam pantun tentang penglepasan seorang daro barô untuk mengikuti suaminya.
Pantun khusus untuk melepaskan anak perempuan yang sudah bersuami kalau ada diucapkan saat upacara peumeungklèh (memisahkan), yaitu upacara pemisahan makan bersama antara orang tua dengan anaknya dan suami anaknya. Dengan kata lain, mereka tidak lagi masak bersama, bahkan tidak lagi tinggal serumah, meskipun tetap dalam lingkaran keluarga istri.
Dalam kaitan dengan pantun seumapa ini sebenarnya termasuk juga saat pihak calon lintômelamar calon dara darô (upacara meulakèe). Pada saat melamar, pihak lintô barô, melaluiseulangké menyampaikan maksud kedatangan mereka dengan bahasa yang implisit.
Kemudian dijawab oleh pihak dara barô dengan bahasa yang serupa pula. Jika gayung bersambut, pada saat meulakèe itu ditentukan pula besarnya mahar, waktu nikah, dan khanduri kawén (pesta perkawinan).Pantôn Seumapa masih dipraktikkan hingga saat ini. Pada Ahad, 7 Desember 2014,misalnya, berlangsung suatu prosesi perkawinan di Gampong Cot Lamme, Cot Keu-eung, Kecamatan Kuta Baro, Aceh Besar. Pada saat itu tampil Muhammad Rizwan sebagai pemantun dari pihak lintô barô.
Sesaat setelah Muhammad Rizwan memulai pantunkemudian disambut oleh pihak dara barô. Penulis menilai bahwa kedua pemantun dapat berbalas pantun secara langsung sesuai dengan konteks. Karena rombongan lintô terlambat tiba, alasan-alasan yang dikemukakan adalah berkenaan dengan cuaca, jalan yang macet, dansuasana menunggu berkumpulnya sanak keluarga. Pantôn seumapa ini tetap berlangsungmenarik sampai selesai (penyerahan lintô dan wasiat orang tua), meskipun saat itu hujansedang turun.
Seumapa Linto Baro, Pantun Aceh |