Akhlak Falsafi Yang Berkaitan dengan Tuhan dan Hubungan Manusia Serta Wujudnya

Tags

Akhlak Falsafi Yang Berkaitan dengan Tuhan dan Hubungan Manusia


Al-Farabi 

Selain Al-Kindi, perumus akhlak falsafi yang berkaitan dengan Tuhan dan hubungan manusia dengan Tuhan adalah Al-Farabi yang nama aslinya adalah Abu Nasr Muhammad bin Muhammad bin Tharkhan. Sebutan Al-Farabi diambil dari nama kota Farab. Menurut Al-Farabi, banyak orang yang mengetahui tentang kebaikan, perkara yang baik atau terbaik, tetapi ia tidak sanggup memanifestasikannya dalam kehidupan atau hanya bisa melaksanakan sebagiannya saja. Al-Farabi, sebelum membicarakan hakikat Tuhan dan sifat-sifat-Nya, terlebih dahulu membagi wujud yang ada dalam dua bagian.

  1. Wujud yang mumkin, atau wujud yang nyata karena lainnya (wajib Wujud yang mumkin tersebut menjadi bukti adanya Sebab Yang Pertama karena yang mumkin harus berakhir pada sesuatu wujud yang nyata dan yang pertama kali ada. Bagaimana pun panjangnya rangkaian wujud mumkin itu, tetap membutuhkan sesuatu yang memberi sifat wujud karena sesuatu yang mumkin tidak bisa memberi wujud dalam dirinya sendiri. Inilah konsep la wurtida ilallah, artinya "Tiada yang ada, kecuali dikarenakan oleh adanya Allah SWT.". Manusia adalah wujud yang mumkin karena ada dan tiadanya diselimuti oleh kemungkinan. Penyebab utama dari manusia adalah Allah SWT. yang menciptakan semua kemungkinan wujud. 
  2. Wujud Yang Nyata dengan sendirinya (wa[zb hdztih). Wujud adalah wujud yang tabiatnya itu sendiri menghendaki wujud-Nya. Wujud yang apabila diperkirakan tidak ada, tidak akan timbul dan kelihatan sama sekali. Kalau Dia tidak ada, yang lain pun tidak akan ada sama sekali. Dia adalah Sebab Yang Pertama bagi semua wujud. Wujud Yang Wajib tersebut dinamakan Tuhan. 
Akhlak Falsafi Yang Berkaitan dengan Tuhan dan Hubungan Manusia Serta Wujudnya
Allah SWT. adalah wujud yang sempurna dan yang ada tanpa suatu sebab. Kalau ada sebab bagi-Nya, berarti Dia tidak sempurna. Sebab, Dia bergantung kepadanya. Dia adalah wujud yang paling mulia dan yang  paling dahulu adanya. Oleh karena itu, Tuhan adalah Dzat yang azo (tanpa permulaan) yang selalu ada. Dzat-Nya itu sendiri sudah cuki menjadi sebab bagi keabadian wujud-Nya. Wujud-Nya tidak berarti terdi atas hule (matter, benda) dan (shurah), yaitu dua bagian yang terdap pada makhluk. Sekiranya Dia terdiri atas kedua perkara tersebut, tentun akan terdapat bagian-bagian pada Dzat-Nya.