Kabinet Pada Masa Demokrasi Liberal Beserta Tugas-Tugasnya

Kabinet-kabinet pada Masa Demokrasi Liberal

Kelemahan dari sistem kabinet parlementer di indonesia, yakni sering terjadi pergantian kabinet dalam pemerintah. Pergantian kabinet itu terjadi karena beberapa partai tertentu cenderung berusaha saling menjatuhkan partai lain yang sedang berkuasa di parlemen dan saling mencari keuntungan untuk partainya.

Beberapa kabinet yang pernah menjalankan tugas pada masa demokrasi liberal, adalah sebagai berikut.

Kabinet Natsir (September 1950 - April 1951)

Kabinet ini dipimpin oleh Mohammad Natsir dan didominasi orang-orang dari partai masyumi. Mohammad Natsir, yang memimpin kabinet, menjabat sebagai Perdana Menteri. Kabinet ini mulai tidak mendapat kepercayaan perlemen (DPR) ketika mengalami kegagalan perundingan mengenai Irian Barat.
Tugas kabinet ini, antara lain:

  • Menjaga keamanan dan ketertiban,
  • Konsultasi Pemerintahan
  • Menyempurnakan organisasi militer, dan Mengembangkan Ekonomi.

Kabinet Soekiman (April 1951-April 1952)

Kabinet ini dipimpin oleh Soekiman sebagai Perdana menteri. Kabinet Soekiman merupakan koalisi antara partai Masyumi dan PNI. Kabinet Soekiman menjadi goyah, ketika Menteri Luar Negeri Ahmad Subardjo dan duta besar Amerika Serikat (AS) Merle Cochran menandatangani kesepakatan tentang bantuan AS untuk ekonomi dan militer yang disebut sebagai Mutual Security Act (MSA). Menurut pihak yang menentang bantuan As, hal itu dianggap politik luar negeri RI mulai keluar dari jalur politik bebas aktif dan telah memasuki blok barat (Amerika Serikat)

Kabinet Wilopo (April 1952 - Juli 1953)

Kabinet ini dipimpin oleh Perdana Menteri Wilopo, Kabinet Wilopo dikenal dengan sebutan "Zaken Kabinet" atau kabinet kerja. Sebutan itu disandangkan karena para menteri merupakan para ahli dibidangnya masing-masing. Kabinet ini mempunyai tugas untuk mempersiapkan pemilihan umum untuk konstituante, DPR, dan DPRD. Namun, Kabinet Wilopo juga harus tergeser oleh kabinet lain karena tersandung Peristiwa Tanjung Morawa dan Peristiwa 17 Oktober 1952.