Sastrawan Angkatan Reformasi dan Angkatan 2000-an
Sastrawan Angkatan Reformasi
Seiring terjadinya pergeseran kekuasaan politik dari tanganSoeharto ke BJ Habibie lalu KH Abdurahman Wahid (Gus Dur) danMegawati Sukarnoputri, muncul wacana tentang Sastrawan Angkatan Reformasi. Munculnya angkatan ini ditandai dengan maraknya karya-karya sastra, puisi, cerpen, maupun novel, yang bertema sosial-politik, khususnya seputar Reformasi. Di rubrik sastra Harian Republika, misalnya, selama berbulan-bulan dibuka rubrik sajak-sajak peduli bangsa atau sajak-sajak reformasi. Berbagai pentas pembacaan sajak dan penerbitan buku antologi puisi juga didominasi sajak-sajak bertema sosial-politik.Sastrawan Angkatan Reformasi merefleksikan keadaan sosial dan politik yang terjadi pada akhir tahun 1990-an, seiring dengan jatuhnya Orde Baru. Proses reformasi politik yang dimulai pada
tahun 1998 banyak melatar belakangi kelahiran karya-karya sastra puisi, cerpen, dan novel pada saat itu. Bahkan. penyair-penyair yang semula jauh dari tema-tema sosial politik. seperti Sutardji Calzoum Bachri, Ahmadun Yosi Herfanda dan Acep Zamzam Noer, juga ikut meramaikan suasana dengan sajak-sajak sosial politik mereka.
Sastrawan Angkatan 2000-an
Setelah wacana tentang lahirnya Sastrawan Angkatan Reformasi muncul, namun tidak berhasil dikukuhkan karena tidak memiliki "juru bicara”, Korrie Layun Rampan pada tahun 2002 melempar wacana tentang lahirnya Sastrawan Angkatan 2000. Sebuah buku tebal tentang Angkatan 2000 yang disusunnya diterbitkan oleh Gramedia, Jakarta, tahun 2002. Seratus lebih penyair, cerpenis, novelis, eseis, dan kritikus sastra dimasukkan Korrie ke dalam Angkatan 2000, termasuk mereka yang sudah
mulai menulis sejak 1980-an, seperti Afrizal Malna, Ahmadun Yosi Herianda dan Seno Gumira Ajidarma, serta yang muncul pada akhir 1990-an, seperti:- Ayu Utami
- Abidah el Khalieqy
- Afrizal Malna
- Ahmad Nurullah
- Ahmad Syubanuddin Alwy
- Ahmadun Yosi Herianda adalah salah seorang penyair yang dimasukkan oleh Korrie Layun Rampan ke dalam Angkatan 2000, tetapi ia sebenarnya telah banyak menulis sajak sejak awal 1980-an.
- Ayu Utami dengan karyanya Saman, sebuah fragmen daribcerita Laila Tak Mampir di New York. Karya ini menandai awal bangkitnya kembali sastra Indonesia setelah hampir 20 tahun.Gaya penulisan Ayu Utami yang terbuka, bahkan vulgar, itulah yang membuatnya menonjol dari pengarang-pengarang yang lain. Novel lain yang ditulisnya adalah Larung, lanjutan dari cerita Saman.
- Dorothea Rosa Herliany
- Seno Gumira Ajidarma