Kebebasan Eksistensial dan Tanggung Jawab

Kebebasan Eksistensial dan Tanggung Jawab 


Sampai sekarang kita membahas kebebasan sosial dan pembahasannya. Tetapi kebebasan dari paksaan, tekanan dan larangan pada dirinya sendiri belum bernilai positif, melainkan hanya merupakan kesempatan atau ruang bagi kita. Ruang itu perlu diisi. Yang mengisinya adalah kita, dan pengisian itu disebut kebebasan eksistensial. Adanya kebebasan sosial berarti bahwa masyarakat menyediakan ruang bagi kebebasan eksistensial kita.

Jadi sekarang kitalah yang bertanggung jawab bagaimana memper-gunakannya. Apakah ruang kebebasan itu bernilai atau tidak tergantung pada, bagaimana kita menentukan diri kita di dalamnya. Kebebasan eksis-tensial berarti bahwa kita bagaimanapun juga harus mengambil sikap. Jadi kitalah yang bertanggung jawab atas sikap dan tindakan kita dan bukan masyarakat. Kita tidak dapat lari dari tanggung jawab itu. Kalaupun kita ikut-ikutan saja dan tidak berani untuk mengambil sikap sendiri, hal itu pun tanggung jawab kita.

Mempertanggungjawabkan kebebasan Tetapi kebebasan eksistensial bukan hanya tanggung jawab kita dalam arti bahwa apa yang kita putuskan tidak dapat kita lemparkan pada orang lain, melainkan keputusan itu sendiri harus dipertanggungjawabkan. Bu-kan sembarang keputusan dapat disebut bertanggung jawab. Sikap dan tin-dakan-tindakan yang harus kita ambil tidak berdiri di ruang kosong, me-lainkan harus kita pertanggungjawabkan terhadap nilai-nilai kemanusiaan yang sebenarnya, terhadap tugas yang menjadi kewajiban kita dan terha-dap harapan orang lain. Sikap yang kita ambil secara bebas hanya memadai apabila sesuai dengan tanggung jawab objektif itu.

Jadi adanya kebebasan eksistensial itu tidak berarti bahwa kita boleh memutuskan apa saja dengan seenaknya. Bahwa kita diberi kebebasan so-sial oleh masyarakat berarti, bahwa kita dibebani tanggung jawab untuk mengisi ruang kebebasan itu secara bermakna. Kita dapat juga memutus-kan sesuatu secara tidak bertanggung jawab. Prinsip-prinsip moral dasar yang akan kita bicarakan dalam bagian ketiga buku ini merupakan tolok ukur apakah kebebasan eksistensial kita pergunakan secara bertanggung jawab. Jadi kita berada di bawah kewajiban berat untuk mempergunakan kebebasan kita secara bertanggung jawab.

Makin bertanggung jawab makin bebas Kadang-kadang orang menolak untuk bertanggung jawab dengan argumen, bahwa kalau ia harus menyesuaikan diri dengan suatu tanggung jawab atau kewajiban objektif, maka ia tidak bebas lagi. Misalnya orang dihimbau agar ia dalam mempergunakan perpustakaan juga memperhati-kan kepentingan mahasiswa-mahasiswa lain, misalnya dengan tidak memo-tong halaman-halaman tertentu dari buku ensiklopedi, lalu ia menjawab bahwa kewajiban itu ditolaknya karena kalau ia menerimanya, ia tidak lagi seratus persen bebas. Seakan-akan kebebasan eksistensial hanya terjamin dalam sikap sewenang-wenang.

Apakah yang dapat dikatakan terhadap anggapan ini? Untuk menjawab pertanyaan itu kita harus menganalisis apa yang sebenarnya terjadi apabila seseorang menolak untuk bertanggung jawab dengan argumen bahwa dengan demikian ia akan ,kehilangan kebebasan-nya. Perlu diperhatikan bahwa yang dipersoalkan di sini bukan suatu pan-dangan yang berbeda mengenai kewajiban. Dapat saja terjadi bahwa dua orang berbeda pendapat tentang apa yang wajib dilakukan.
Kebebasan Eksistensial dan Tanggung Jawab 
Misalnya ka-kak yang hidup di luar negeri berpendapat bahwa adiknya yang telah berke-luarga, wajib untuk menampung ibunya dalam rumah tangganya supaya ibunya itu tidak merasa sendirian (meskipun secara ekonomis ibu itu ter-jamin). Tetapi adiknya menolak dengan argumen, bahwa kehadiran ibunya akan membahayakan ketentraman dalam keluarganya dan bahwa ia berke-wajiban untuk mendahulukan kepentingan keluarganya. Dalam kasus ini adik itu tidak menolak untuk bertanggung jawab, melainkan hanya mem-punyai pandangan lain tentang apa yang merupakan kewajibannya. Yang kita bahas di sini ialah apabila orang memang tidak mau bertang-gung jawab dengan argumen kebebasan. Untuk menganalisis argumentasi ini kita harus bertanya: Apa artinya kalau orang menolak untuk bertang-gung jawab? Apa ia lantas lebih bebas?