Periode Setelah Pemilihan Umum Pertama di Indonesia

Periode Setelah Pemilihan Umum Pertama di Indonesia 


Periode pascapemilu hingga diumumkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 menampilkan dua buah kabinet. Kedua kabinet itu adalah kabinet Ali dan kabinet Djuanda:


1. Kabinet Ali Sastroamidjojo 11 berasal dari PNI yang mendapat dukungan dari Masyumi dan NU. 


Kabinet yang mulai bekerja sejak 20 Maret 1956 ini mencanangkan beberapa program kerja. Di antaranya adalah membebaskan Irian Barat, melaksanakan pembentukan daerah-daerah otonom, menyehatkan anggaran keuangan negara, dan mewujudkan pergantian ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional. Dalam perkembangannya, Kabinet Ali II juga menghadapai berbagai persoalan, seperti gerakan separatis, dan gerakan antiCina. Saat itu, Indonesia secara sepihak membatalkan hasil kesepakatan KMB. Hal ini diikuti dengan usaha untuk menasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda di Indonesia. Namun, usaha ini tidak mudah. Banyak di antara politisi yang tidak setuju dengan kebijakan ini. Sementara itu, para pengusaha Belanda justru menjual perusahaannya kepada pengusaha keturunan Tionghoa. Sejak itulah tumbuh gerakan antiCina di Indonesia. Kesulitan-kesulitan ekonomi dan gangguan keamanan seperti inilah yang kemudian memaksa Kabinet Ali Il mengundurkan diri pada tanggal 14 Maret 1957.

2. Kabinet Djuanda atau Kabinet Karya. 

Djuanda adalah seorang profesional yang tidak beraliansi pada partai apa pun. Kabinet ini sering disebut zaken kabinet sebab dibentuk berdasarkan kecakapan para menterinya dan bukan perwakilan kepartaian. Kabinet yang mulai bekerja pada 9 April 1957 ini menetapkan 5 program kerja (Panca Karya). Kelima program kerja tersebut adalah membentuk Dewan Nasional, normalisasi keadaan Republik, melancarkan pembatalan KMB, memperjuangkan Irian Barat, dan menggiatkan pembangunan. Dalam masa Kabinet Djuanda ini terjadi beberapa peristiwa penting. Di antaranya, peristiwa usaha pembunuhan Presiden Soekamo di Cikini tanggal 30 November 1957, operasi 17 Agustus untuk menumpas pemberontakan PRRI di Sumatra, dan operasi penumpasan pemberontakan Permesta di Sulawesi.
Periode Setelah Pemilihan Umum Pertama di Indonesia 
Meskipun demikian, Dewan Konstituante juga mengalami kegagalan, terutama dalam pembuatan UUD baru. Kegagalan itu mendorong Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit 5 Juli 1959. Keluarnya Dekrit presiden memaksa Kabinet Djuanda untuk mengundurkan diri pada tanggal 24 Juli 1959.