Pembacaan Al-Qur’an Menurut Mohammed Arkoun
Aturan-aturan metode Arkoun yang hendak diterapkannya kepada Al -Quran (termasuk kitab suci yang lainnya) terdiri dari dua kerangka raksasa:
1. Mengangkat makna dari apa yang dapat disebut dengan sacra doctrina dalam Islam dengan menundukkan teks al-Qur‟an dan semua teks yang sepanjang sejarah pemikiran Islam telah berusaha menjelaskannya (tafsir dan semua literatur yang ada kaitannya dengan Al-Qur‟an baik langsung maupun tidak), kepada suatu ujian kritis yang tepat untuk menghilangkan kerancuan-kerancuan, untuk memperlihatkan dengan jelas kesalahan-kesalahan, penyimpangan penyimpangan dan ketakcukupan-ketakcukupan, dan untuk mengarah kepada pelajaran-pelajaran yang selalu berlaku;
2. Menetapkan suatu kriteriologi yang didalamnya akan dianalisis motif-motif yang dapat dikemukakan oleh kecerdasan masa kini, baik untuk menolak maupun untuk mempertahankan konsepsi-konsepsi yang dipelajari. Dalam mengangkat makna dari Al-Qur‟an, hal yang paling pertama dijauhi oleh Arkoun adalah pretensi untuk menetapkan Kriteriologi (kriteriology) adalah himpunan dari berbagai kriteria atau ukuran (critere); Arkoun mengatakan misalnya, semua teks Arab dari abad pertengahan mematuhi kriteriologi yang ketat, yaitu himpunan keyakinan yang membentuk berbagai pra-anggapan dari setiap tindak pemah aman pada periode tersebut. “makna sebenarnya dari Al-Qur‟an. Sebab, Arkoun tidak ingin membakukan makna Al-Qur’an dengan cara tertentu, kecuali menghadirkan sebisa mungkin aneka ragam maknanya.
Untuk itu, pembacaan mencakup tiga saat (moment):
- suatu saat linguistis yang memungkinkan kita untuk menemukan keteraturan dasar di bawah keteraturan yang tampak.
- Suatu saat antropologi, mengenali dalam Al-Qur’an bahasanya yang bersusunan mitis.
- Suatu saat historis yang di dalamnya akan akan ditetapkan jangkauan dan batas-batas tafsir logiko-leksikografis dan tafsirtafsir imajinatif yang sampai hari ini dicoba oleh kaum muslim.