14 Kode Etik Seorang Ustadz Peruqyah Syar'iyyah

Berikut Ini 14 Kode Etik Seorang Ustadz Peruqyah  Syar'iyyah:


  1. Ada pepatah lama mengatakan "Jangan Kail Panjang Sejengkal, Lautan Hendak Diduga". Ya kira-kira dong, sungai aja gak bisa, ini kok laut diukur dgn kail yg pendek.
  2. Dalam konteks keilmuan, tidak ada manusia yg tau segalanya. Oleh sebab itu, perlu ada spesialisasi. Bisa dua atau sampai tiga spesialisasi. Kuasai teori dan praktiknya agar benar-benar menjiwai, bukan sambilan.
  3. Menguasai semua bidang keilmuan dengan benar-benar ahli dan pakar, tidak ada atau bisa saja disebut mustahil - setidaknya - untuk zaman sekarang.
  4. Jika ingin menasehati orang lain ttg sebuah bidang keilmuan atau kepakaran, kita mesti punya keahlian dibidang itu, setidaknya secara teoritis.
  5. Dalam konteks ruqyah syar'iyyah, tidak semua ustadz atau kyai, punya keilmuan atau pengalaman di bidang itu, meskipun dia bergelar doktor, bahkan profesor sekalipun.
  6. Jadi, jangan sampai seorang ustadz yg tidak pernah meruqyah memberi nasehat kpd peruqyah dlm konteks proses dan praktik ruqyah serta hal-hal yg terkait. Kalau nasehat secara umum, boleh saja.
  7. Kenapa? Yg sering terjadi adalah subjektifitas dlm penilaian karena berangkat dari kasus yg bersifat parsial. Karena melihat ada pelanggaran pada kasus tertentu pd seseorang, terus yg muncul adalah generalisasi. 
  8. Para peruqyah yg tidak ada keahlian atau kepakaran dlm bidang bekam, herbal, kedokteran dan sebagainya, sebaiknya anda juga tidak usah ikut campur terlalu dalam untuk mengoreksi sesuatu yg anda kurang paham. Demikian sebaliknya.
  9. Nah, bidang ruqyah ini unik. Seorang roqi tidak mencampuri urusan orang lain tapi urusan itu yg datang kepadanya sehingga mau tidak mau seorang peruqyah mesti mempelajari kasus-kasus yg ditangani, lalu dikomparasikan dgn masalah yg hampir serupa dan hasilnya sama. Nah, itu yg disebut tajribah (pengalaman).
  10. Lagi-lagi, meskipun demikian, peruqyah harus punya kode etik dlm hal menasehati sesuatu yg bukan bidangnya kecuali jika bidang itu bersinggungan dgn persoalan yg selalu dihadapinya secara langsung spt ilmu tenaga dalam, hypno, reiki dll.
  11. Maka, dlm perspektif ilmu ruqyah, seorang roqi mesti bicara dan jika perlu memberi nasehat kpd pasien dan teman seprofesinya jika terpapar oleh hal-hal yg telah disebutkan itu. Bukan karena seorang roqi itu pakar di bidang itu, tapi menurut pengalamannya disitu ada kesalahan yg mesti diluruskan.
  12. Adapun urusan bekam, herbal, berbagai macam terapi pijat dll yg secara hukum tidak bertentangan dgn syariat, pelajari saja dan lakukan tabayyun jika ada timbul persoalan-persoalan yg bersifat kasuistik.
  13. Para ustadz- ustadz yg bukan bergerak di bidang terapi, jangan terlalu mudah mengeneralisir persoalan jika terjadi pelanggaran dsb. Alangkah baiknya, berikan pencerahan kpd jamaah pengajian anda agar tidak salah paham. Kecuali terhadap sesuatu yg nyata bertentangan dgn syariat, silahkan memberi nasehat kpd org yg melakukannya.
  14. Seorang peruqyah, janganlah menjadi kail yg panjang sejengkal tapi terlalu percaya diri untuk mengukur dalamnya lautan. Akhirnya, yg terjadi adalah kekacauan dan polemik antar umat Islam sendiri. Begitu juga para asaatidz yg berdakwah dibidang lain, jgn terlalu genit mengoreksi yg bukan bidangnya.

=====
Medan, 12 Oktober 2019
Musdar Bustamam Tambusai
(Founder MATAIR Int.)
14 Kode Etik Seorang Ustadz Peruqyah  Syar'iyyah