Tubuh Kita ini Tak Ubahnya Seperti Badan Pesawat, dan Pilotnya adalah hati kita

Tubuh Kita ini Tak Ubahnya Seperti Badan Pesawat, dan Pilotnya adalah hati kita


Bayangkanlah seorang pilot yang sedang menerbangkan pesawat. Katakanlah pesawat itu terbang dari Jakarta menuju Riyadh menempuh 10 jam perjalanan di ruang udara. Pesawat itu berhasil lepas landas dengan sempurna dari Jakarta dan kini terbang di atas samudra Hindia.

Setelah menempuh perjalanan 8 jam, pesawat telah berada di teluk oman dekat kawasan dubai. Hanya dua jam lagi pesawat dijadwalkan mendarat di kota Riyadh. Disana tiba-tiba angin kencang dan udara basah dengan hujan, tapi badan pesawat tetap stabil karena sang pilot professional hingga bisa melewati berbagai keadaan kritis di udara..

Setelah badai berlalu, tubuh pesawat itu stabil dan perjalanan begitu mulus....


Hanya 30 menit lagi mendarat di bandara. Tapi setelah hampir 10 jam di udara, sang pilot pun lelah. Meski lelah ia sadar perjalanan masih belum selesai, mendaratkan pesawat dari ketinggian 20 kilometer di udara bukan hal yang mudah bagi yang tidak tahu ilmunya.


Sang pilot teramat sadar, jika 5 menit saja dia lengah atau terlelap maka pesawat akan celaka!

Sang pilot tetap tegar dan fokus kepada bandara yang akan ia singgahi. Hingga akhirnya pesawat landing dengan sempurna!

Pesawat yang landing dengan sempurna itu laksana sebuah "Khusnul Khatimah".

Khusnul Khatimah, atau kematian yang baik itu akan kita miliki dengan perjuangan panjang melintasi berbagai tantangan melelahkan, disertai dengan ketelitian, fokus, ilmu dan sebuah kesadaran penuh bahwa kita akan mendarat di negeri lain dengan selamat!

Kesadaran inilah yang akan membuat ruh dalam raga kita tetap menjaga fokus secara kontinuitas untuk mengarahkan semua aktifitas fikiran dan aktifitas keseluruhan tubuh dengan misi bisa berlabuh dengan selamat di negeri Akhirat.

Tentu seorang pilot yang professional tidak akan pernah berfikir; "Ah wajar.. saya lelap hanya lima menit, toh saya telah bekerja selam lima jam..".


Tidak, tidak begitu. Seorang pilot professional akan memikirkan tentang effect dari lima menit dari kelalaian itu bagi nasib peswat.

Bayangkan saja, jika diakhir dari 10 jam perjalanan tadi, si pilot tertidur sebelum pesawat mendarat. Meskipun ia sukses terbang dari Jakarta dan mampu melewati samudra hindia, tetap saja media akan memberitakan atau menilai bahwa “sang pilot tidak professional” atau ceroboh hingga pesawat jatuh atau mendarat dengan tidak sempurna. Hingga badan pesawat terbakar, dan semua penumpangnya menderita.

Tubuh kita ini tak ubahnya seperti badan pesawat, dan pilotnya adalah hati kita. Suasana hati kitalah yang mempengaruhi fikiran. Fikiran dan hati kita harus tetap fokus agar tubuh ini selamat. Agar tubuh ini tidak terjatuh di jurang Neraka atau berakhir dengan kisah “suul khatimah”.

Naudzubillahimindzalik..

Sahabat pena, lalu bagaimana agar sang pilot dan pesawatnya berhasil mendarat dengan mulus?

Dalam logika ilmiah kita, jawaban terbaik adalah, bahwa si pilot tadi harus meminta petunjuk dan berkomunikasi dengan sumber signal dan informasi yang akan membantunya mendarat di bandara tujuan di negeri lain tersebut. Tentu saja hal ini diperlukan adanya pengetahuan dan pelatihan yang akan membuatnya professional dan komitment dalam tugasnya untuk menerbangkan pesawat

Analogi yang sama dengan manusia yang harus senantiasa menjaga komunikasi dengan Tuhannnya agar ia bisa bekerja dengan maksimal sesuai professinya, baik profesionalisme dalam beramal ataupun beradab dengan Tuhan dan juga mahluk-mahluk-Nya.


Adapun pengetahuan yang harus dikuasai adalah syariah Islam sendiri, al Islam yang telah digariskan dalam Al Qur'an dan dijelaskan dengan terang benderang oleh sunnah-sunnah Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam. Memang, hiruk pikuk akhir jaman ini membuat kita seakan berdiri diantara dua tebing, dari tepiannya terdengar berbagai seruan. Tanpa pengetahuan syariah, maka hasilnya adalah bingung dan ragu. [ ]

Tidak mungkin Allah Subhannahu wa Ta’ala ingin membuat kita bingung, Dia Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang tentu ingin membuat kita bahagia dan teristimewa baik di dunia ataupun akhiratnya. Ilmu itu adalah jalannya, maka teranglah kenapa Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam  mewajibkan seluruh umat untuk mencari ilmu. Ilmu syariah yang akan menuntunnya kepada kebenaran hakiki, kepada Ridha-Nya.

Teguhlah sauadaraku!

Jangan jadikan berbagai merek pesawat dengan tujuan yang sama itu sebagai bahan “gosip akidah” yang tiada ujung hingga menimbulkan permusuhan dan menjadikan celah-celah bagi para pembajak pesawat yang ingin menjatuhkannya dengan berabagai logo-logo menyilaukannya.


“Jangan biarkan gelombang kehidupan membawa kita kepada satu pelabuhan yang tidak kita ingini”.

Kata sesal memang selalu datang di waktu yang tidak tepat, keberadaannya tidak kita sadari dan sulit dihindari. Usia makin berkurang, dosa semakin bertambah dan waktu semakin sulit dikendalikan.

Jangan menunggu hingga usia senja, tuntutan karir hanya akan terus membius kita dan melupakan kita kepada perencanaan jangka panjang di negeri akhirat yang seharusnya kita persiapkan sedari awal.

Jangan kita terus membiarkan hari demi hari lewat begitu saja, hingga tidak terasa usia terus beranjak remaja, dewasa, tua dan penglihatan mulai nanar..

Kebutuhan semakin mendesak dan meningkat waktu demi waktu, tanggung jawab pun bertambah seiring berubahnya pencapaian dan level status sosial yang hampir saja menjadi objek dari keseluruhan hidup ini. Sementara keinginan untuk serius beribadah terus tertunda dan ditunda lagi, hingga nanti, nanti dan nanti.


Akankah kita masih berencana setelah nanti bahu kita tidak kuat lagi, setelah kaki mulai gemetar.. suara mulai parau.. mata mulai butuh bantuan kaca pembesar... dan fikiran mulai fikun?

Satu satunya teman kita nanti adalah penyesalan. Kata sesal yang selalu datang tak pernah tepat waktu, selalu telat dan tidak punya solusi.

Waktu yang tepat untuk "serius ibadah" adalah saat ini. Saat nafsu didada kita masih berkobar. Saat optimisme hampir saja membuat kita terlupa, bahwa kita akan kembali.


Waktu yang tepat itu saat ini, saat hati kita melembut oleh sentuhan yang menyentuhnya. Tidak lain, itu adalah hidayah-Nya sebagai hadiah bagi sesiapa saja yang berusaha dengan sungguh-sungguh mencarinya, hingga ia dikehendaki-Nya.

“Management Kematian” adalah topic yang saya suguhkan sebagai nasihat kepada diri saya sendiri dan siapa saja yang di izinkan Allah Subhannahu wa Ta’ala untuk mendengarnya. Agar kita tidak melulu berpacu untuk mensukseskan management hidup tapi juga mengingat sebuah management yang urgensinya lebih urgent.


“Jangan menunggu masa tenang untuk memulai, lautan itu tidak akan pernah tenang. Lautan obsesi akan terus mengombang-ambing kita, badai ujian akan terus berdatangan, seperti ombak yang tidak jemu mengunjungi pantai”.

Ketenangan itu tidak akan pernah kita temui, jika tidak kita ciptakan sendiri. Masa tenang itu tidak akan pernah ada di dunia fana ini, ketenangan yang haqiqi hanya akan kita temukan di syurga kelak.

Keseriusan mutlak harus kita bubuhkan di setiap persimpangan-persimpangan yang kita lalui saat ini, bukan nanti disaat saat tertentu yang kita rencanakan. Sebuah masa yang entah akan kita temui atau tidak.

Yang kita butuhkan adalah sebuah kontruksi kesungguhan dan kekokohan Iman. Sebuah keseriusan, dalam setiap hal-hal kecil hingga hal-hal besar yang telah menjadi kewajiban kita sebagai hamba Allah yang diciptakan untuk beribadah kepada-Nya.


Jika kita tidak segera memposisikan diri kita sebagai Hamba Allah, maka opsi lain adalah menjadi hamba Syaitan yang hina. Sebentuk tubuh yang diperbudak hawa nafsu, hawa dunia dan segala keindahannya. Jangan kehidupan yang singkat ini menenggelamkan kita dalam lautan obsesi duniawiah dan idealism-idealisme jangka pendeknya.

Melembutlah wahai hati..

Mari rubah fokus kita kesana.

Karena kita memang akan pulang.

Pilihan terbaik saat kita tersesat adalah kembali, sebelum kita menemukan diri ini semakin tersesat dan benar-benar lupa untuk kembali.

Simpanlah obsesi-obsesi itu dalam prioritas kesekian, karena sungguh…hari demi hari yang kita lewati, jam demi jam, menit demi menit telah dan akan tertulis rapi dalam catatan amal yang akan dihamparkan dihadapan kita di hari hisab kelak.


“Jika kita mengimani bahwa syurga-Nya itu abadi, maka neraka-Nya pun abadi. Dan disana tidak ada kematian lagi”.

Mari kita memulai untuk merekontruksi niat, merubah fokus dan menyeimbangkan management kehidupan ini dengan management kematian. Sehingga tolak ukur kesuksesan kita tidak hanya harus dilihat dari kacamata dunia saja, tetapi juga sisi lain yang porsinya jauh lebih utama; tentang keselamatan kita di negeri akhirat sana.


Hingga setidaknya, kita akan merasakan kepuasan dan tidak mudah patah dengan kegagalan - dalam bentuk apapun – selama kita masih mampu melaksanakan kewajiban kita sebagai Hamba Allah, bukan hamba syaitan yang selalu menawarkan keserakahan duniawiyah.

Ketika kita mampu mengaitkan seluruh kejadian di dunia ini dengan pertimbangan akhirat kita, disertai dengan kokohnya kontruksi pilar pilar iman yang kita miliki, lalu kita realisasikan dalam jalanan al Islam dan siap memenuhi segala konsequensinya sebagai Hamba maka Insya Allah..  kita berdo’a, semoga Allah Subhannahu wa Ta’ala menggolongkan kita menjadi Hamba-Hamba-Nya yang selamat hingga akhirat dan menetap disana dalam keridha'an-Nya.