Pengertian Wacana Monolog, Polilog Beserta Contohnya |
Pengertian Wacana Monolog
Pengertian Wacana Monolog adalah wacana yang dituturkan oleh satu orang. Biasanya wacana monolog tidak menyediakan waktu bagi respons pendengan ataupun pembaca. Wacana ini tidak menghendaki adanya respons dari pihak lain. Penuturannya hanya berlangsung satu arah, hanya dari penuturnya saja.Contoh wacana monolog ialah orasi, ceramah, khutbah, dan pidato pembacaan berita di TV ataupun radio, dan pembacaan puisi.
Dalam kenyataannya, wacana molog lisan, seperti orasi, ceramah, khutbah, dan pidato sering diselingi pernyataan, misalnya ketika penutur meminta persetujuan, dukungan, atau ketidaksetujuan pendengar. Cara itu dipakai penutur untuk berinteraksi dengan pendengarnya. Ketika terjadi pertanyaan-pertanyaan seperti itu, wacana itu telah berubah menjadi wacana seminolog.
Pengertian Wacana Polilog
Pengertian Wacana Polilog adalah wacana yang dibentuk oleh lebih dari dua orang penutur. Wacana polilog terjadi biasanya pada saat diskusi mahasiswa, pada saat bermain drama, atau saat ngobrol santai di pos kambling.Lihat contoh berikut.
dalam dialog yang runtut, pertanyaan, "Sudah makan, Nak" seharusnya dijawab dengan, "Sudah Bu' atau "Belum Bu'. Walaupun jawaban itu tidak muncul, wacana itu tetap komunikatif karena adanya situasi yang mendungkung pemunculannya. Mungkin bentuk lengkap wacana itu seperti berikut.(26) Ibu: "Sudah makan, Nak?
Ana: "Belum. Saya masih kenyang, Bu. Nanti saja saya makan."
Karena disampaikan secara lisan, langsung, dan secara verbal, wacana lisan sering juga disebut tuturan (speech) atau ujuran (utterance).
Sebenarnya, wacana yang utama atau yang primer justru wacana lisan karena bahasa lebih dulu lahir lewat mulut (lisan). Bukankah sampai sekarang pun manusia lebih dulu pandai berbicara daripada menulis? wacana lisan dapat menjadi sasaran penelitian pertama dan utama kajian wacana, sedangkan wacana tulis sering dianggap rekaman atau duplikasi wacana lisan.
Wacana lisan memiliki kelebihan dibandingkan dengan wacana tertulis karena wacana lisan itu alami (natural), langsung (ada aksi dan interaksi), mengandung unsur suprasegmental, bersifat suprasentensial (di atas struktur kalimat), dan berlatar belakang konteks situasional.
Sebenarnya, kelebihan itu memang meruapak ciri alami wacana lisan sebab ketika wacana itu tercipta, secara alami pula tersedia di sekelilingnya sejumlah perangkat nonbahasa yang tidak tampak atau tidak eksplisit. Akan tetapi, perangkat itu ada dan sangat berpengaruh pada makna dan keutuhan wacana, misalnya gerak tubuh (kinestik), raut wajah, dan sapek suprasegmental (lagu, tekanan, intonasi, nada). Ternyata perangkat yang tidak tampak atau tidak eksplisit itu tidak terdapat pada wacana tulis.