7 Paradigma Tentang Kehidupan Manusia

Tags

7 Paradigma Tentang Kehidupan Manusia


Aristoteles memandang bahwa eksistensi keabadian materiil melekat pada suatu yang fisik, sedangkan menurut ploto kebenaran segala yang ditangkap oleh pancaindra dan dibenarkan secara rasional oleh rasio, tidak lebih dari sebuah bayang-bayang yang bukan saja memiliki nilai jarak dengan sejatinya kebenaran, tetapi bukan kebenaran itu sendiri. Dari dua pandangan tersebut, lahir suatu 7 paradigma tentang kekuatan hidup manusia yang digambarkan sebagai berikut.

  1. Manusia tidak terlepas dari keyakinan terhadap Dzat yang mencipta-kannya yang disebut dengan fitrah. 
  2. Fitrah manusia cenderung membawa manusia pada perilaku yang benar. 
  3. Perilaku dipengaruhi oleh potensi akal dan hati yang bercampur dengan hawa nafsu manusia. 
  4. Akhlak manusia dapat terombang-ambing oleh keraguan untuk bertindak. 
  5. Keyakinan harus ditopang oleh keimanan yang tertanam dalam jiwa dan pemikiran yang rasional. 
  6. Keimanan dan pemikiran harus ditunjukkan oleh firman-firman Tuhan. 
  7. Suatu tindakan sebaiknya sebagai wujud kehendak hati dan akal yang rasional yang dapat diartikan sebagai kehendak Tuhan. 
Logika Aristoteles, selain mengalami perkembangan murni, juga dilanjutkan oleh sebagian pemikir, tetapi dengan tekanan-tekanan yang berbeda. Thomas Hobbes (1588-1679) dalam karyanya Leviathan (1651) dan John Locke (1632-1704) dalam karyanya Essay Concerning Human Understanding (1690), meskipun mengikuti tradisi Aristoteles, doktrin-doktrinnya sangat dikuasai paham nominalisme. Pemikiran dipandang sebagai suatu proses manipulasi tanda-tanda verbal dan mirip operasi-operasi dalam matematika.

7 Paradigma Tentang Tentang Kehidupan Manusia
Kedua tokoh ini memberikan interpretasi tentang kedudukan bahasa di dalam pengalaman. Logika Aristoteles yang rancangan utamanya bersifat deduktif silogistis dan menunjukkan ada tanda-tanda induktif, berhadapan dengan dua bentuk metode pikiran lainnya, yaitu logika fisika induktif murni sebagaimana terpapar dalam karya Francis Bacon, Novum Organum (London, 1620), serta logika matematika deduktif murni sebagaimana terurai di dalam karya Rene Descartes, Discours de la Methods (1637).