Fungsi dan Potensi Manusia dalam Pendidikan Islam

Tags

Fungsi dan Potensi Manusia dalam Pendidikan Islam


Akhlak manusia yang berlandaskan pada norma-norma Islam, berkaitan pula dengan tiga potensi manusia yang secara fungsional saling berhubungan, yaitu orientasi motivasional dengan orientasi nilai sehingga dimensi-dimensi dalam dua orientasi tersebut bersifat integral, baik dalam dimensi kognitif, katektik, evaluatif, apresiatif maupun dimensi moral. Dalam hal ini, Juhaya S. Pradja (2000: 59) memahami dimensi-dimensi tersebut dengan istilah teori fitrah (nadzariyyah al-fitrah). Teori ini dibangun atas pandangan Imam Ghazali dalam Ihya `Ulumuddin dan Ibnu Taimiyyah dalam Dar' Ta'arud Al-`44q1 wa An-Naql bahwa Potensi manusia ada tiga macam, yaitu: 

  1. Potensi akal (quwwah al-`aql) berfungsi untuk mengenal, mengesakan, dan mencintai Tuhan; 
  2. Potensi syahwat (quwwah asy-syahwat), berfungsi untuk menginduksi segala hal yang menyenangkan; dan 
  3. Potensi ghadab (quwwah al-ghadab), berfungsi untuk mempertahankan diri. 

Dari tiga dimensi tersebut, jika dikaitkan dengan konsep akhlak numusia, dapat dipahami bahwa ketiganya harus integral dan secara fungsional berjalan harmoni, tidak saling bertentangan. Potensi akal yang berfungsi mengenal Tuhan, merribedakan baik dan buruk, dan mencintai kebenaran, berhubungan secara harmonis dengan potensi syahwat dan gluidab yang berfungsi untuk mengambil segala hal yang bermanfaat dan menghindari segala yang mencelakakan dengan membentuk sistem pertahanan diri dan pertahanan komunitasnya.

Sidi Gazalba (1989: 40) mengatakan bahwa akhlak manusia akan menjadi bagian dari sistem kebudayaan yang terpolakan secara sistematis antara perilaku individu dengan individu lain, membentuk kolektivitas perilaku, sebagai sistem sosial, dan kemudian diperkuat oleh sistem nilai yting bersifat baku. Dengan demikian, keabadian sistem sosial tersebut disebabkan telah sesuainya antara berbagai sistem yang ada dalam perilaku tersebut dengan kepribadian komunitasnya.

Al-Quran dan As-Sunnah diformulasikan dalam berbagai praktik keberagamaan umat Islam hingga sekarang, tetapi bentuk tingkah lakunya telah diformat melalui paradigma yang berbeda-beda. Muardi Khatib ( I )9 6: 96), mengatakan bahwa berkaitan kdengan kedudukan As-Sunnah sebagai landasan normatif, jika dilihat dari wujud ajaran Islam itu sendiri, Rasulullah SAW. merupakan tokoh sentral yang sangat dibutuhkan, bukan Hekadar membawa risalah ilahiah dan menyampaikan ajaran Islam yang ada dalamnya. Lebih dari itu, beliau dibutuhkan sebagai tokoh satu-satunya yang dipercaya Allah SWT. untuk menjelaskan, memerinci, atau memberi contoh pelaksanaan ajaran yang disampaikan melalui Al-Quran. Oleh karena itu, kebenaran tentang perilaku Rasulullah SAW. merupakan syariat berikut sebagai dalil dan sumber hukum yang kedudukannya sebagai wahyu netelah Al-Quran.
Fungsi dan Potensi Manusia dalam Pendidikan Islam
Tanpa Rasulullah SAW., berarti tanpa sunnah atau tanpa hadis. Ajaran Islam tidak akan sampai kepada generasi berikutnya jika tidak uda sunnah. Umat Islam akan mengalami kesukaran mengamalkannya. Dleh karena itu, semua yang diamalkan oleh umat Islam harus benar-benar sesuai dengan yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW.