Perspektif Filsafat Politik Terkait dengan Konsep Kekuasaan Menurut Para Ahli

Perspektif Filsafat Politik Terkait dengan Konsep Kekuasaan Menurut Para Ahli


Perspektif filsafat politik terkait dengan konsepsi kekuasaan memang cukup beragam. Kekuasaan tidaklah harus selalu dipahami sebagai kekuasaan struktural dalam politik kenegaraan, melainkan kekuasaan menyebarluas dimana-mana.

Foucault (1991: 39) mengatakan bahwa kekuasaan itu ada di mana-mana. Kekuasaan tidak hanya ada di seputar presiden, kementerian, kekuatan militer, partai politik atau juga dalam birokrasi modern, tetapi kekuasaan ada disekitar kehidupan umat manusia. Ketika setiap orang memiliki kemampuan untuk mempengaruhi orang lain karena penguasaan pengetahuannya, maka orang tersebut telah mengkonstruksikan diri dalam ranah kekuasaan. Namun demikian, keragaman perspektif tidaklah melemahkan pengertian kekuasaan yang selalu berhubungan dengan kepentingan orang lain. Kekuasaan tidaklah dimiliki oleh untuk dan dari dirinya sendiri, melainkan kekuasaan adalah milik publik.

Orientasi kekuasaan yang demikian erat hubungannya dengan prinsip utilitiarianisme, yang menjadikan kekuasaan lebih diletakkan pada kemanfaatan orang lain. Dalam perspektif utilitarianisme, tindakan yang benar bagi kekuasaan dilakukan dengan cara memaksimalkan utiliti sebanyak mungkin orang yang dikuasainya.

Gagasan utilitarianisme diarahkan pada kemampuan kekuasaan untuk memaksimalkan kesejahteraan secara keseluruhan, baik pihak yang berkuasa maupun yang dikuasai. Bagi kaum utilitarianisme, pemerataan jumlah kemanfaatan itu penting, tidak peduli pada praferensi siapapun (Kymlicka, 2004: 24).
Perspektif Filsafat Politik Terkait dengan Konsep Kekuasaan Menurut para ahli
Setiap kekuasaan dalam konteks kepemimpinan politik yang memiliki kewenangan atas nama negara dalam mengelola kehidupan masyarakat, selayaknya mendasarkan diri pada asas moral dalam kepemimpinannya (Shapiro, 2003: 43). Karena berkaitan dengan kepentingan publik, maka pelaksanaan kekuasaan haruslah dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat luas.

Asas moral politik menunjukkan betapa kekuasaan yang mengelolanya harus dapat bermanfaat bagi orang yang dikuasainya (Saphiro, 2003: 116). Hajat hidup orang banyak dipertaruhkan dalam setiap kepemimpinan politik tersebut. Itulah sebabnya, fenomena korupsi yang melekat dalam setiap kekuasaan merupakan fenomena yang kontraproduktif terhadap asas moral politik kekuasaan. Korupsi, meminjam terminologi Nietzsche sebagaimana dikutip Geuss (1997: 20) merupakan bentuk destruktif dari kehendak untuk berkuasa.