Tiga Macam Kebebasan Sosial
Bagaimana kebebasan sosial kita dapat dibatasi oleh orang lain? Ada tiga cara untuk membatasi kebebasan seseorang. Dua cara pertama meng-ikuti dua dimensi kebebasan eksistensial, yaitu kebebasan jasmani dan ke-bebasan rohani. Kebebasan jasmani dibatasi dengan paksaan. Artinya, orang lain da-pat memakai kekuatan fisik untuk membuat kita tidak berdaya. Kita bicara tentang paksaan dan pemerkosaan. Kebebasan rohani memang tidak dapat dibatasi secara langsung, karena batin kita tidak berbuka bagi penanganan orang lain. Tetapi karena batin kita terjalin erat dengan dan terungkap da-lam kejasmanian kita, maka melalui manipulasi dari luar kebebasan rohani kita, seperti sudah kita lihat, dapat saja dimanipulasi, dibatasi dan bahkan dihancurkan.
Dapat dikatakan bahwa kebebasan rohani kita dapat diku-rangi melalui tekanan. Kesamaan antara dua cara pembatasan kebebasan sosial kita ini, pak-saan dan tekanan psikis, ialah bahwa kemampuan kita untuk menentukan diri dikurangi atau ditiadakan. Paksaan membuat saya tidak mampu untuk menggerakkan badan saya sekehendak saya. Apa yang saya kehendaki tidak berarti.
Saya menjadi mirip dengan sekarung beras yang tanpa perlu ditanyai begitu saja dapat diangkat dan dilemparkan ke sebuah truk. Tekanan psikis lebih buruk lagi. Kalau paksaan hanya mengganggu ke-mampuan jasmani saya, tetapi membiarkan fikiran dan batin saya tetap utuh, maka tekanan psikis menyangkut kekuasaan saya terhadap batin saya sendiri. Saya dibuat kurang dapat berfikir dan tidak bebas mengarahkan kehendak saya. Jadi campur tangan melalui tekanan psikis adalah jauh' lebih jahat. Paksaan membiarkan kepribadian saya utuh. Tetapi tekanan psikis mencampuri inti kepribadian, tempat duduk kedirian saya sendiri.
Tekanan psikis dapat membongkar kepribadian saya, membuat saya tidak berdaya sebagai pribadi. Tetapi masih ada pembatasan kebebasan sosial ketiga, yaitu melalui perintah dan larangan. Jadi masyarakat, misalnya ibu, atau guru, kepala kantor atau negara melalui undang-undang, meletakkan sebuah kewajiban pada bahu saya. Kewajiban itu dapat bersifat positif. Lantas merupakan perintah untuk melakukan sesuatu, misalnya untuk pergi membeli korek api atau untuk membayar pajak. Dan dapat berupa larangan, misalnya larang mendengarkan kaset di waktu kerja.