Prinsip Sila Ke 1 Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa

Prinsip Sila Ke 1 Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa


Sila Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Pancasila pada Prinsipnya menegaskan bahwa bangsa Indonesia dan setiap warga negara harus mengakui adanya Tuhan. Oleh karena itu, setiap orang dapat menyembah Tuhan-nya sesuai dengan keyakinannya masing-masing. Segenap rakyat Indonesia mengamalkan dan menjalankan agamanya dengan cara yang berkeadaban yaitu hormat menghormati satu sama lain. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya. Negara Indonesia adalah satu negara yang ber-Tuhan. Dengan demikian, segenap agama yang ada di Indonesia mendapat'tempat dan perlakuan yang sama dari negara.

Sila ini menekankan fundamen etis-religius dari negara Indonesia yang bersumber dari moral ketuhan-an yang diajarkan agama-agama dan keyakinan yang ada, sekaligus juga merupakan pengakuan akan ada-nya berbagai agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa di Tanah Air Indonesia. Kemerdekaan Indonesia dengan rendah hati diakui "Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa". Dengan pengakuan ini, pemenuhan cita-cita kemerdekaan Indonesia, untuk mewujudkan suatu kehidupan kebangsaan yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur, mengandung kewajiban moral. Kewajiban etis yang harus dipikul dan dipertanggungjawabkan oleh segenap bangsa bukan saja di hadapan sesamanya, melainkan juga di hadapan sesuatu yang mengatasi semua, Tuhan Yang Maha Kuasa.

Dengan menyertakan moral ketuhanan sebagai dasar negara, Pancasila memberikan dimensi transendental pada kehidupan politik serta mempertemukan dalam hubungan simbiosis antara konsepsi `daulat Tuhan' dan `daulat rakyat'. Dengan Pancasila, kehidupan kebangsaan dan kenegaraan terangkat dari tingkat sekular ke tingkat moral atau sakral. Di sini, terdapat rekonsiliasi antara tendensi ke arah sekularisasi dan sakralisasi. Dengan wawasan ketuhanan diharapkan dapat memperkuat etos kerja karena kualitas kerjanya ditransendensikan dari batasan hasil kerja materialnya. Oleh karena teologi kerja yang transendental memberi nilai tambah spiritual, maka hal itu memperkuat motivasi di satu pihak dan di pihak lain memperbesar inspirasi dan aspirasi para warga negara. Dengan wawasan teosentris, kita dituntut untuk pandai menjangkarkan kepentingan (interest) kepada nilai (value) dalam politik.

Atas dasar itu, setiap warga negara Indonesia dianjurkan untuk menjunjung tinggi nilai-nilai ketuhanan menurut agama dan keyakinannya masing-masing. Terdapat kepercayaan yang positif bahwa meskipun terdapat berbagai macam agama dan keyakinan, misi profetis agama-agama memiriki pertautan etis-religius dalam memuliakan nilai-nilai kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan, yang mendorong warga negara untuk mengembangkan nilai-nilai ketuhanan yang lapang dan toleran.
Dalam ungkapan Soekarno dinyatakan, "Bukan saja bangsa Indonesia ber-Tuhan, tetapi nnasing-masing orang Indonesia hendaknya ber-Tuhan. Tuhannya sendiri. Yang Kristen menyembah Tuhan menurut petunjuk Isa al-Masih, yang Islam menurut petunjuk Nabi Muhammad S.A.W., orang Budha menjalankan ibadatnya menurut kitab-kitab yang ada padanya. Tetapi marilah kita semuanya ber-Tuhan. Hendaknya Negara Indonesia ialah negara yang tiap-tiap orangnya dapat menyembah Tuhannya dengan cara yang leluasa. Segenap rakyat hendaknya ber-Tuhan secara kebudayaan, yakni dengan tiada `egoisme-agama'. Dan hendaknya Negara Indonesia satu Negara yang bertuhan". (Pidato Soekarno Juni 1945).
Prinsip Sila Ke 1 Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa 
Sila pertama Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa, menjadi fundamen etis kehidupan bangsa Indonesia, yang menjiwai dan mendasari serta membimbing perwujudan kemanusiaan yang adil dan beradab, penggalangan persatuan Indonesia yang telah membentuk Negara Republik Indonesia yang berdaulat penuh, yang bersifat kerakyatan dan dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, guna mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.