Proses Pembuatan Undang-Undang Pada Dasarnya adalah Proses Politik

Proses pembuatan Undang-Undang pada dasarnya adalah proses politik, tidak lepas dari tawar-menawar atau dominasi mayoritas, yang mengandung kemungkinan terjadinya inkonsistensi Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar. Mahkamah Konstitusi dibentuk sebagai mahkamah uji konsistensi undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar dan putusannya bersifat final dan mengikat. Ada mekanisme untuk menegakkan Undang-Undang Dasar sebagai hukum dasar yang harus ditaati peraturan perundangan dibawahnya. Dengan demikian proses politik pembentukan Undang-Undang mempunyai mekanisme koreksi, yaitu 9 orang hakim konstitusi yang berasal dari 3 sumber, DPR, Presiden dan MA.

Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengenai perekonomian dipertahankan tetapi judulnya diubah dari "Kesejahteraan sosial" menjadi "Perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial" dan dilengkapi dengan ayat (4) dan ayat (5) dan ditegaskan bahwa ketentuan pelaksanaan pasal 33 diatur dalam undang-undang. Ayat (1), (2) dan (3) tidak lagi dapat dijabarkan terlepas dari ayat (4) dan ayat (5) yang memberikan kualifikasi atas ayat (1), (2) dan ayat (3). Ringkasnya, dengan perubahan itu, perekonomian tidak dapat lagi dijalankan dengan pendekatan etatisme dan sentralistis di satu pihak dan di lain pihak tidak juga lepas-bebas menurut hukum dan kekuatan pasar. Efisiensi berkeadilan merupakan salah satu ciri pengembangan ekonomi nasional yang menggunakan kekuatan pasar yang diintervensi secara demokratis untuk mencapai pertumbuhan dan pemerataan pendapatan guna mewujudkan keadilan dan kemakmuran.
Proses Pembuatan Undang-Undang Pada Dasarnya adalah Proses Politik
Keberadaan Bank Sentral dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mendapat perhatian mendalam. MPR berpendapat bahwa sistem yang dipakai adalah sistem bank sentral, independensi bank sentral akan diatur dengan undang-undang, bukan oleh Undang-Undang Dasar dan nama Bank Indonesia sebagai bank sentral tidak perlu dicantumkan untuk menghindarkan komplikasi konstitusional.