Usaha Yang Mubazir
Kesungguhan terhadap pekerjaan yang tidak dituntut darimu, sedangkan kamu melalaikan pekerjaan yang dibebankan padamu akan merupakan bukti pandanganmu yang sempit. Kita mempunyai banyak hak dan kewajiban. Kebanyakan manusia hanya hanya bisa menuntut haknya untuk memperoleh harta benda dan apa saja yang mereka anggap sebagai haknya. Sementara itu kewajiban-kewajiban yang menjadi tanggungannya, mereka keberatan untuk melaksanakannya, atau melaksanakannya dengan malas-malasan dan leha-leha, atau bahkan menolak untuk melakukannya. Perilaku manusia-manusia seperti itu lebih mendekati perilaku binatang yang tidak merasakan apa-apa selain kebutuhannya. Sedang kewajibannya tidak ia ketahui kecuali setelah cemeti mencambuknya dengan keras.Kejadiannya lebih serius lagi ketika masalah hak dan kewajiban ini berkaitan dengan hubungan antara manusia dengan Tuhan. Untuk memperoleh sesuap roti saja manusia harus berkeluh kesah begitu rupa; padahal kalau saja Allah mewakilkan pemberian rezeki bagi makhluk-makhluk-Nya kepada kekuatan roti itu, tentu mereka bakal binasa. Alah, Dia-lah yang telah menjamin rezeki hamba-hamba-Nya dan menjadikan sumber-sumber rezeki itu di tengah-tengah mereka. Namun demikian mereka berebut dan bergumul dalam mencari rezeki yang Allah telah menanggungnya sendiri. Sedangkan dalam hal berbuat baik saat berhubungan dengan Allah dan mengarahkan pikiran kepada-Nya, serta bekerja sama dengan orang lain untuk membangun agamanya dan mematuhi ketentuan-ketentuan-Nya. Dalam hal yang kedua ini mereka lalai, bahkan lari darinya.
Allah sebenarnya telah menenangkan mereka dalam urusan rezeki disamping membebani mereka dengan urusa-urusan ibadah. Namun dalam kenyataannya, mereka malah menyusahkan diri dengan urusan-urusan rezeki, dan tenang-tenang saja dalam urusan-urusan ibadah. Allah berfirman: “Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) adalah bagi orang yang bertakwa.
Dunia sendiri tidak ada selain dari sisi Allah yang mereka lupakan. Kebanyakan manusia berleha-leha dalam hal yang menuntut perhatian dan kesigapan. Perhatian dan kesigapannya bangkit begitu rupa justru dalam hal yang sebenarnya mudah didapat dan dekat dari rengkuhan tangannya. Perlakuan terhadap Allah semacam ini merupakan bukti dari sempitnya pandangan hati.
‘Kuburlah wujudmu dalam tanah untuk sekian waktu, sebab apa yang tumbuh dari sesuatu yang tidak terkubur buahnya tidak sempurna’. Kata-kata ini merupakan pengarahan yang sangat baik bagi mereka yang mendambakan kemasyhuran dengan terburu-buru, dan bagi orang-orang yang mengira bahwa sedikit pengetahuan dan pengalaman cukup menjadi bekal untuk memimpin masyarakat, untuk bisa tampil ke muka di tengah-tengah manusia. Orang-orang yang bercorak seperti itu tidak sedikit jumlahnya dalam hidup ini.
Untuk meraih kepemimpinan, baik kepemimpinan dunia ataupun kepemimpinan agama, menuntut kesabaran bertahun-tahun dan perjuangan yang tidak sebentar. Untuk itu, seseorang terlebih dahulu harus membentuk dirinya dalam kesunyian, kebisuan dan ketenangan. Ibarat sebuah pohon yang cikal bakalnya terkubur dalam kegelapan tanah beberapa waktu untuk membentuk pertumbuhannya yang sehat dan kuat, setelah itu baru membelah tanah untuk menghirup udara dan cahaya. Apa salahnya jika seseorang menarik diri barang sebentar atau lama dan tidak memunculkan diri di tengah-tengah manusia sebelum bakat dan kemampuannua matang.
Namun yang sering kita saksikan kini adalah orang yang menulis sejumlah makalah, lalu mengaku diri sebagai pelopor pemikiran. Atau sedikit ahli dalam bidang profesi tertentu lalu mengklaim diri sebagai salah seorang pakar. Kalau saja ia memilih untuk “mengubur diri” barang sebentar untuk mematangkan diri, tentu akan lebih baik.
Walaupun kita sudah matang dan mempunyai kualifikasi yang memadai untuk melakukan suatu karya, ia harus dilakukan karena Allah semata, bukan untuk pamer. Sebab orang yang mencari perhatian manusia akan lepas dari perhatian Allah. Hindarkan dari dua hal itu: Pertama, memaksakan diri untuk tampil ke muka sebelum terpenuhinya kualifikasi-kualifikasi yang seharusnya. Kedua, tampil ke muka setelah terpenuhnya kualifikasi-kualifikasi yang seharusnya untuk menarik perhatian manusia. Bila semua pekerjaanmu dilakukan tanpa pertimbangan akal dan agama, mubazirlah semuanya.